Tahun 2015 hanya atau bahkan
masih enam bulan lagi. Meski demikian tanda-tanda masalah kontrak Blok Mahakam
pasca 2017 belum tampak usai. Target yang telah ditentukan sebelumnya telah
berkali-kali terlewati. Mau sampai kapan masalah ini dibahas?
Awal pekan ini, pemerintah
kembali bertemu dengan Pertamina dan Total untuk membahas masalah Mahakam.
Tampaknya masih belum ada titik temu diantara keduanya. Meski demikian
pemerintah memastikan bahwa Total dan Inpex adalah pihak yang paling berwenang
untuk ikutserta pengelolaan Mahakam setelah kontrak saat ini berakhir. Selain
itu pemerintah daerah Kalimantan Timur juga berhak mendapatkan jatah 10 persen
saham, meski pihak swasta lain tidak diperkenankan untuk masuk melalui jatah
tersebut.
Memang tak dapat disangkal,
hanya ada dua isu utama dalam kasus Blok Mahakam ini. Pertama, adanya keinginan
pemerintah agar Pertamina masuk ke Mahakam sebelum masa kontrak Total saat ini
berakhir tahun 2017. Padahal jelas-jelas klausul tersebut tidak terdapat dalam
kontrak. Kedua, masalah pembagian saham yang erat kaitannya dengan isu nomer
satu. Jelas sudah sebagai entitas bisnis, amat wajar jika Total ingin
mendapatkan hitungan di atas kertas yang jelas menguntungkan jika Pertamina dan
pemerintah menginginkan adanya masa transisi yang tidak diatur dalam kontrak.
Pertamina sendiri mengaku bahwa
masa transisi memang sangat penting karena pihaknya kita butuh menganalisa
lebih lanjut untuk bagaimana supaya jangan ada penurunan produksi ketika di
awal pengambilalihan lahan. Namun tentunya hal tersebut akan tidak mudah untuk
direalisasikan karena masa transisi tidak terdapat dalam kontrak bagi hasil
antara pemerintah dan Total. Sehingga tidak ada basis legalitas untuk memaksa
Total memperbolehkan Pertamina masuk ke wilayah kekuasaannya.
Pemerintah memang menginginkan
agar setidaknya Pertamina menjadi pemilik saham mayoritas di tahun 2018, meski
bagaimanapun Total harus diikutsertakan. Memang di atas kertas Pertamina merasa
mampu untuk mengelola Mahakam, meski harus diakui tampaknya perusahaan plat
merah itu kemungkinan bisa kesandung masalah dana karena keterbatasan
kemampuan.
Pertamina, menurut ESDM,
bersedia menginvestasikan dana sebesar US$ 25,2 miliar selama 20 tahun di
Mahakam. Jika dibagi 20 tahun, maka hanya ada dana sekitar US$ 1,26 miliar yang
diinjeksikan untuk Mahakam. Jelas angka tersebut sangat kurang untuk
mengembangkan lapangan tua macam Mahakam.
Apakah tidak lebih baik jika
pemerintah mengambil keputusan lebih bijak, misalnya dengan membatalkan
keinginan masa transisi di Mahakam. Artinya mengapa tidak secara langsung saja
menunjuk Total sebagai operator di Mahakam di masa transisi pasca 2017 seperti
proposal sebelumnya? Toh Pertamina masih akan mendapatkan banyak keuntungan di
partnership tersebut yang niscaya bisa menjadi modal dalam ekspansi bisnis di
luar negeri di masa mendatang.



