Thursday, 30 October 2014

MESDM Sudirman Said Janji Cepat Ambil Keputusan

Liputan6.com
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said menekankan pentingnya tiga hal dalam mengelola sektor ini, yaitu kejujuran, tidak adanya vested interest dan cepat mengambil keputusan. Tiga hal yang selama ini menghantui sektor ESDM yang terkenal memiliki setumpuk pekerjaan rumah yang tak terselesaikan.

Sudirman berjanji akan segera meninjau hal-hal yang tertunda, yang selama ini tidak terselesaikan. Ia berjanji untuk menyelesaikannya dalam waktu dekat, apalagi jika semua telah memenuhi syarat.

Selain itu sang aktivis anti korupsi ini juga berjanji untuk mengurai sumbatan semua mesin seluruh organisasi, baik di lingkungan ESDM, Satuan Kerja Khusus Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) maupun Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Sudirman memastikan bahwa semuanya harus berfungsi dgn baik. Jika tidak, maka ia akan melakukan dilakukan penyegaran

"Prioritas saya hilangkan berbagai sumbatan. Saya akan check up seluruh organisasi, kalo ada sumbatan akan ada perubahan. Itu dalam 1-2 minggu lagi," ujarnya.

Tak hanya itu, Sudirman juga berjanji untuk membangun kembali kepercayaan publik di sektor ESDM. Maklum saja, selama ini banyak kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat-pejabat papan atas di sektor migas. Menurutnya membangun trust tidak sama dengan iklan, melainkan harus dibangun oleh perilaku.

Memang diakui, saat ini terlalu banyak pekerjaan rumah yang ditinggalkan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, terutama di bidang perekonomian dan khususnya industri migas. SBY tidak berani mengambil keputusan karena dianggap bola panas, apalagi masyarakat Indonesia tengah tergila-gila dengan kata "nasionalisasi", meski ditafsirkan dalam bentuk yang salah.

Ini berbanding terbalik dengan target pemerintah untuk meningkatkan produksi sebesar 1 juta barrel per hari. Target yang seharusnya dicanangkan untuk dicapai pada tahun 2013, lalu mundur ke tahun 2014 dan kini entah kapan.

Selain itu, kepastian kontrak memang menjadi salah satu perhatian serius industri migas ini karena banyaknya nasib Kontrak Kerja Sama (KKS) yang masih mengambang karena ketidakberanian pemerintah untuk memutuskan. Kontrak-kontrak tersebut antara lain adanya perpanjangan Blok Mahakam, perpanjangan Blok Makassar Strait dan perpanjangan Blok Masela. Ketiganya harus diputuskan segera karena menyangkut komitmen investasi yang mencapai miliaran dollar AS. Jika pemerintah tidak segera memutuskan, bukan mustahil para investor tersebut angkat kaki dari Indonesia.

Total dan Inpex saat ini membelanjakan sekitar US$ 2,5 miliar per tahun untuk mengelola blok tersebut. Keduanya juga berjanji untuk menginjeksikan investasi sebesat US$ 7,3 miliar hingga 2017 jika pemerintah memperpanjang kontrak Blok Mahakam. Memang untuk menjaga kestabilan produksi migas di sebuah blok tua semacam Blok Mahakam bukanlah perkara mudah. Dibutuhkan dana yang tidak sedikit.

Paling lambat tahun 2015, keputusan mengenai kontrak Blok Mahakam harus segera diambil. Jika tidak, sudah dipastikan bahwa produksi blok tersebut akan terjun bebas. Ujung-ujungnya negara inilah yang akan dirugikan. Apalagi Mahakam masih menjadi blok dengan produksi yang terbesar dan 80 persen menyuplai kilang Badak NGL di Bontang, Kalimantan Timur.

Selain itu, jika tidak segera diputuskan, dikhawatirkan nilai proyek akan melambung tinggi sehingga menggerus keekonomian proyek tersebut. Apalagi di masa mendatang, harga gas bukan mustahil menjadi sangat murah karena keberhasilan pengelolaan shale gas di Amerika sehingga pasar kebanjiran gas. Jika nilai proyek naik, sementara harga gas turun, sudah barang tentu proyek gas Indonesia akan ditinggal lari para investor.


Inilah sebabnya Indonesia membutuhkan pemimpin-pemimpin yang berani mengambil keputusan. Di bawah Kabinet Kerja, rakyat sangat mengharapkan semua sumbatan-sumbatan yang menyebabkan keputusan sulit diambil untuk segera dihilangkan. Selamat bekerja pak, kami tunggu janji-janji bapak.

Monday, 20 October 2014

Presiden Jokowi: Dari Prosesi Pelantikan Mengharukan Hingga Pesta Rakyat


antaranews.com
Indonesia resmi memiliki presiden ketujuh, Joko Widodo, yang menang atas pemilihan langsung medio Juli kemarin. Jokowi dan Jusuf Kalla akan menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden periode 2014-2019 setelah dilantik di Gedung MPR, Senin (20/10). Entah mengapa, suasana pelantikan presiden kali ini terasa sangat mengharukan. Tak hanya di kubu Jokowi, namun juga di kubu Koalisi Merah Putih.

Tanpa diduga, seteru Jokowi, Prabowo Subianto datang menghadiri prosesi pelantikan tersebut. Padahal pada saat yang sama beliau seharusnya pergi ke luar negeri. Kontan kehadiran Prabowo disambut tepuk tangan yang riuh. Terus terang, ini adalah salah satu momentum yang mengharukan. Saat itu jiwa legowo dari Prabowo nampak. Ia berhasil menundukkan egonya, menerima kekalahannya dan akhirnya menyaksikan pelantikan tersebut.

Sementara Susilo Bambang Yudhoyono sendiri juga tampak haru dalam prosesi tersebut. Jokowi sendiri tampak rileks. Dalam pidato kenegaraan perdanananya, Jokowi mengajak masyarakat Indonesia agar bekerja keras untuk menyongsong masa depan yang lebih cerah. Menurutnya, jika tak bekerja keras bangsa Indonesia akan tetap terjajah. Saat inilah rakyat Indonesia kembali ke tardisi nenek moyang sebagai pelaut ulung. Karena itu, Indonesia membutuhkan kerja keras dari berbagai unsur agar lima tahun mendatang menjadi bangsa yang merdeka.

“Kerja besar membangun bangsa ini bukan hanya tugas presiden top, butuh juga kekuatan kolektif, 5 tahun kedepan jadi bangsa yang merdeka. Bekerja dan bekerja adalah utama,” kata dia berapi-api.

indo.wsj.com
Euphoria ini tak pelak menggiring masyarakat untuk melakukan pesta di Monumen Nasional. Berbagai kalangan berlomba-lomba memeriahkan acara pelantikan tersebut dengan berpartisipasi dalam Pesta Rakyat yang puncaknya akan digelar di Lapangan Monumen Nasional (20/10). Sementara pelantikan presiden tengah berlangsung, kerumunan massa telah memadati bunderan Hotel Indonesia. Dan semakin malam, massa semakin menyemut. Yang tak kalah mengherankan banyak sukarelawan yang menyediakan makanan gratis yang dijajakan di sepanjang HI dan Monas. 

Mereka menunggu kedatangan Jokowi yang akan diarak dari gedung DPR ke istana negara. Saat itu, tidak ada jarak antara presiden dan rakyat. Jaraknya amat dekat. Mungkin Jokowi adalah satu-satunya presiden yang membuat Paspamres harus bekerja ekstra keras. Sore harinya pesta rakyat digelar dengan sejumlah hiburan. Semua bersukacita menyambut kedatangan sang presiden baru.

Bukan berlebihan rasanya jika kehadiran Jokowi itu ibarat satria piningit. Satria yang telah dinanti-nanti sekian lama. Mungkin cara Jokowi yang sangat persuasif dan sangat merakyat membuat rakyat merasa dekat dengannya, membuat rakyat mencintainya.

Tentu tak lupa bagaimana Jokowi berhasil merelokasi pasar di Solo, waduk Rio-rio dan juga pedagang Tanah Abang. Semua dilakukan dengan teknik diplomasi yang luwes. Bahkan kebekuan antara dirinya dan Prabowo akhirnya berhasil diluluhkan.

Tak ada yang menyangkal bahwa Jokowi adalah diplomator ulung, meski ia bukan lah orator yang bagus seperti halnya Bung Karno, atau bahkan Prabowo. Gaya bahasanya yang halus, tidak formil memang kurang meyakinkan untuk seorang presiden. Namun yakinlah waktu akan mengubahnya menjadi seorang yang matang dalam berorasi.

Lepas dari itu, satu yang harus diingat oleh publik. Jokowi adalah manusia yang tak lepas dari kesalahan. Jangan sampai masyarakat menjadi kecewa jika ekspektasinya tidak sesuai. Meski di satu sisi tentunya Jokowi akan berbuat sebaik mungkin, sesuai dengan semboyannya, "kerja...kerja..kerja."

Nah Pak Presiden, sejumlah masalah telah menanti Anda. Kini saatnya Anda tunjukkan bahwa masyarakat Indonesia ini tidak salah memilih presiden. Selamat bekerja Pak!

Sunday, 19 October 2014

Cost Recovery Vs Produksi Migas Indonesia

Liputan6.com
Cost recovery di industri migas kerap kali diartikan peluang korupsi dan hanya menguntungkan kontraktor. Dengan kata lain, cost recovery yang tinggi itu dianggap merugikan negara. Padahal cost recovery adalah pengembalian atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan suatu perusahaan jika berhasil memproduksikan minyak dan gas. Mohon dicatat: cost recovery hanya bisa diberikan jika suatu lapangan migas berhasil dikomersialisasikan.
Cost recovery sendiri terdiri dari unrecovered cost, current year loses, dan depresiasi sesuai kontrak yang biasanya berjalan sepanjang 30 tahun.
Lalu bagaimana jika tidak? Sudah barang tentu suatu perusahaan minyak harus menanggung resiko biaya eksplorasinya tidak akan digantikan karena tidak berhasil mengkomersialisasikan hidrokarbon. Untuk 2011, dana dikembalikan pemerintah ke pengelola sumur migas mencapai US$ 15,22 miliar, pada 2012 sebesar US$15,51 miliar, dan 2013 realisasinya mencapai US$15,92 miliar. Pada tahun 2014, angka cost recovery turun menjadi US$15 miliar.
Bagaimana dengan tahun 2015? Satuan Kerja Khusus Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) mengajukan usulan naik menjadi US$ 16.5 miliar dengan asumsi produksi minyak nasional di kisaran angka 845.000 barrel per hari. Namun DPR memaksa SKK Migas untuk mendongkrak produksi minyak menjadi 900.000 barrel per hari. Padahal pada tahun ini produksi minyak nasional telah diturunkan menjadi 818.000 barrel per hari dari target semula 870.000 barrrel per hari.
Nah, menyusul perubahan target lifting dari 845.000 barel per hari menjadi 900.000 barel per hari, pemerintah mengajukan kenaikan cost recovery menjadi US$ 17,8 miliar. Namun usulan ini ditolak setelah melalui diskusi yang cukup alot dan akhirnya disetujui sebesar US$ 16 miliar.
Tentunya agak sulit bagi SKK Migas dan Kontraktor Kerja Sama (KKKS) untuk mencapai angka produksi tersebut dengan cost recovery yang hanya US$ 16 miliar. Pasalnya lapangan migas Indonesia sudah sangat tua. Artinya biaya produksi per barrelnya sudah pasti menjadi lebih mahal. Ibarat mesin mobil, semakin tua usianya maka sudah barang tentunya ongkos perawatannya juga naik.
Nah, dengan menggenjot angka produksi ke angka 900.000 barrel per hari, tentunya ada biaya investasi ekstra. Namun DPR tidak menyetujuinya meski di satu sisi menekan SKK Migas untuk menaikkan produksi.
Memang sebenarnya ada mekanisme untuk melakukan carry over. Maksudnya biaya cost recovery yang dikeluarkan akan tetap digantikan pada tahun berikutnya jika anggaran tahun berlangsung tidak mencukupinya. Meski demikian, 'carry over' ini sering kali terjadi. Dan tentunya sedikit banyak akan mempengaruhi program produksi yang telah dicanangkan SKK Migas.
Masalah cost recovery ini sendiri telah lama menjadi perhatian pada investor migas. Apalagi KKKS mengalokasikan sebagian dari produksi untuk pengembalian biaya yang sudah dikeluarkan. Dengan demikian, tidak ada pembayaran oleh pemerintah kepada KKKS melalui APBN. investasi itu tidak didanai oleh APBN.
Indonesian Petroleum Association (IPA) menyatakan sebagian besar atau sekitar 70 %-80 % cost recovery dari hulu migas merupakan investasi. Dengan kata lain, jika investasi dikurangi, maka secara tidak langsung eksplorasi dan eksploitasi juga berkurang. Oleh karena itu, pemerintah harus mempertimbangkan nilai dari cost recovery itu sendiri. Jangan sampai ada pengurangan investasi.
Jadi alangkah baiknya jika pembatasan cost recovery yang ditentukan dalam APBN kembali direvisi. Dengan sejumlah pengawasan berlapis yang super ketat, baik dari BPK maupun BPKP, tentunya penyalahgunaan cost recovery bisa diminimalisir. Jangan sampai masalah cost recovery ini menambah deretan masalah yang mengganggu investasi migas. Padahal di satu sisi Indonesia tengah berjuang untuk meningkatkan produksi untuk mengurangi ketergantungan impor.