![]() |
| Liputan6.com |
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said
menekankan pentingnya tiga hal dalam mengelola sektor ini, yaitu kejujuran,
tidak adanya vested interest dan cepat mengambil keputusan. Tiga hal yang
selama ini menghantui sektor ESDM yang terkenal memiliki setumpuk pekerjaan
rumah yang tak terselesaikan.
Sudirman berjanji akan segera meninjau hal-hal yang
tertunda, yang selama ini tidak terselesaikan. Ia berjanji untuk
menyelesaikannya dalam waktu dekat, apalagi jika semua telah memenuhi syarat.
Selain itu sang aktivis anti korupsi ini juga
berjanji untuk mengurai sumbatan semua mesin seluruh organisasi, baik di
lingkungan ESDM, Satuan Kerja Khusus Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas)
maupun Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). Sudirman
memastikan bahwa semuanya harus berfungsi dgn baik. Jika tidak, maka ia akan
melakukan dilakukan penyegaran
"Prioritas saya hilangkan berbagai sumbatan.
Saya akan check up seluruh organisasi, kalo ada sumbatan akan ada perubahan.
Itu dalam 1-2 minggu lagi," ujarnya.
Tak hanya itu, Sudirman juga berjanji untuk
membangun kembali kepercayaan publik di sektor ESDM. Maklum saja, selama ini
banyak kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat-pejabat papan atas di sektor
migas. Menurutnya membangun trust tidak sama dengan iklan, melainkan harus
dibangun oleh perilaku.
Memang diakui, saat ini terlalu
banyak pekerjaan rumah yang ditinggalkan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono,
terutama di bidang perekonomian dan khususnya industri migas. SBY tidak berani
mengambil keputusan karena dianggap bola panas, apalagi masyarakat Indonesia
tengah tergila-gila dengan kata "nasionalisasi", meski ditafsirkan
dalam bentuk yang salah.
Ini berbanding terbalik dengan target
pemerintah untuk meningkatkan produksi sebesar 1 juta barrel per hari. Target
yang seharusnya dicanangkan untuk dicapai pada tahun 2013, lalu mundur ke tahun
2014 dan kini entah kapan.
Selain itu, kepastian kontrak memang menjadi
salah satu perhatian serius industri migas ini karena banyaknya nasib Kontrak
Kerja Sama (KKS) yang masih mengambang karena ketidakberanian pemerintah untuk
memutuskan. Kontrak-kontrak tersebut antara lain adanya perpanjangan Blok
Mahakam, perpanjangan Blok Makassar Strait dan perpanjangan Blok Masela.
Ketiganya harus diputuskan segera karena menyangkut komitmen investasi yang mencapai
miliaran dollar AS. Jika pemerintah tidak segera memutuskan, bukan mustahil
para investor tersebut angkat kaki dari Indonesia.
Total dan Inpex saat ini membelanjakan
sekitar US$ 2,5 miliar per tahun untuk mengelola blok tersebut. Keduanya juga
berjanji untuk menginjeksikan investasi sebesat US$ 7,3 miliar hingga 2017 jika
pemerintah memperpanjang kontrak Blok Mahakam. Memang untuk menjaga kestabilan
produksi migas di sebuah blok tua semacam Blok Mahakam bukanlah perkara mudah.
Dibutuhkan dana yang tidak sedikit.
Paling lambat tahun 2015, keputusan mengenai
kontrak Blok Mahakam harus segera diambil. Jika tidak, sudah dipastikan bahwa
produksi blok tersebut akan terjun bebas. Ujung-ujungnya negara inilah yang
akan dirugikan. Apalagi Mahakam masih menjadi blok dengan produksi yang
terbesar dan 80 persen menyuplai kilang Badak NGL di Bontang, Kalimantan Timur.
Selain itu, jika tidak segera diputuskan,
dikhawatirkan nilai proyek akan melambung tinggi sehingga menggerus keekonomian
proyek tersebut. Apalagi di masa mendatang, harga gas bukan mustahil menjadi
sangat murah karena keberhasilan pengelolaan shale gas di Amerika sehingga
pasar kebanjiran gas. Jika nilai proyek naik, sementara harga gas turun, sudah
barang tentu proyek gas Indonesia akan ditinggal lari para investor.
Inilah sebabnya Indonesia membutuhkan
pemimpin-pemimpin yang berani mengambil keputusan. Di bawah Kabinet Kerja,
rakyat sangat mengharapkan semua sumbatan-sumbatan yang menyebabkan keputusan
sulit diambil untuk segera dihilangkan. Selamat bekerja pak, kami tunggu
janji-janji bapak.



