PT Pertamina (Persero) segera membubarkan anak
usahanya Pertamina Energy Trading Limited (Petral) yang berdomisili di
Singapura. Sehingga seluruh impor minyak dan bahan bakar minyak (BBM) akan
dilakukan Integrated Supply Chain (ISC) yang berada di Indonesia. Ini adalah
wacana yang sering dilontarkan. Namun yang baru, ternyata meski ISC sudah
mengambilalih ternyata rencana pembubaran Petral masih bergulir.
Usaha-usaha pembubaran Petral masih terus
berlangsung. Awalnya hal tersebut dilontarkan Dahlan Iskan sebagai Menteri BUMN
saat itu. Alasan pembubaran Petral ini agar Pertamina sebagai korporasi dapat
menjalankan kinerjanya secara baik di sektor hulu. Dahlan menilai bahwa Petral
merupakan ajang korupsi para pejabat dan petinggi Pertamina. Petral dijadikan
ajang mendapatkan komisi dari ekspor impor minyak bagi orang-orang tertentu.
Karena berdomisili di Singapura, menjadi sulit dikontrol. Meski demikian
rencana itu batal.
Hingga akhirnya di jaman Presiden Joko Widodo
pembubaran Petral kembali bergaung. Bahkan dalam rekomendasinya, Tim Transisi
Jokowi-JK juga pernah mengatakan Petral akan dibekukan dan pemerintah akan melakukan
audit investigatif terhadapnya. Selama proses pembekuan, masalah pembelian
minyak mentah dan BBM dilakukan oleh Pertamina dan dijalankan di Indonesia.
Dan kini usulan itu kembali datang dari induk
semang Petral sendiri, yakni Pertamina. Perusahaan plat merah
tersebut menilai pembubaran Petral ini dilakukan demi efisiensi. Dengan
pengadaan impor BBM ditangani ISC, Pertamina dapat memotong rantai bisnis dalam
pengadaan BBM. Selanjutnya aset-aset Petral akan diambilalih Pertamina untuk
dimanfaatkan sebesar-besarnya. Saat ini Pertamina sudah mengajukan usulan
tersebut ke pemerintah untuk mendapatkan persetujuan.
"Kita berpikir bagaimana membangun efisiensi
proses bisnis di Pertamina. Maka kita fungsikan ISC untuk memindah proses
pembelian impor crude atau produk (sebelumnya ditangani Petral)," kata
Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto, ditemui di Kantor Pertamina Pusat,
Rabu (29/4/2015).
Asal tahu saja, dalam sebulan Pertamina membutuhkan
impor premium hingga 10 juta barel, atau 70% dari total kebutuhan premium
nasional per bulannya. Setelah fungsi utama Petral dialihkan ke ISC, Pertamina
mengkaji untuk merestrukturisasi Petral, namun tentunya harus persetujuan
komisaris dan pemegang saham yakni pemerintah melalui Kementerian BUMN.
Pemerintah sendiri berharap keputusan terkait
Petral diharapkan keluar dalam 2-3 hari ke depan. Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan,
pembubaran ini sebetulnya tidak memerlukan persetujuan Presiden Joko Widodo
(Jokowi), namun dirinya ingin memberikan laporan dulu terkait rencana tersebut.
Terkait pembubaran Petral, Rini mengatakan, dirinya
selalu berkoordinasi dengan Kementerian ESDM. Namun sejauh ini tidak ada aturan
yang dilanggar.
Nah, ketimbang pusing dengan citra Petral
yang sudah kadung memburuk, mungkin pemerintah perlu memikirkan untuk
membubarkan Petral. Namun mengingat Pertamina membutuhkan perusahaan trading,
maka perlu dibentuk suatu perusahaan baru yang serupa dengan Petral.
Pendeknya, Petral dibubarkan untuk mengubur
cerita-cerita dan dugaan-dugaan buruk mengenainya. Kemudian pemerintah
membentuk perusahan trading baru yang serupa untuk memfasilitasi kebutuhan
minyak mentah dan BBM Pertamina. Melalui perusahaan baru, pemerintah dan
Pertamina bisa mulai menerapkan sistem yang lebih transparan dan akuntabel.
Dengan demikian kecurigaan akan adanya praktek kongkalingkong dalam pengadaan
minyak mentah dan BBM bisa dieliminir.



