Wednesday, 12 March 2014

Permintaan Gas Naik, Indonesia Siap Impor LNG

Posisi Indonesia sebagai salah satu negara terbesar pengekspor gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) akan segera berakhir dengan statusnya yang akan menjadi negara pengimpor LNG. Permintaan gas domestic meningkat tajam seiring dengan menggeliatnya perekonomian Indonesia.Republik ini diperkirakan akan menjadi negara consumer LNG terbesar di Asia pada tahun 2025 dengan estimasi konsumsi sebesar 45 juta ton per tahun.
Masa kejayaan Indonesia di industri minyak dan gas lambat laun akan segera berakhir. Setelah sejak tahun 2000an gagal mempertahankan posisinya sebagai salah satu negara pengekspor minyak –dan diakhiri dengan keluar sebagai anggota OPEC pada 2008-, kini Indonesia dibayang-bayangi menjadi negara pengimpor LNG. Padahal pada era 1990-2000an Indonesia bersaing dengan Qatar dalam mengekspor LNG. Dan kini malah terpuruk menjadi negara pengimpor. Nah!
Dengan semakin menuanya lapangan-lapangan migas –yang tingkat penurunnnya saat itu sekitar 13-15 persen per tahun-, maka penurunan produksi adalah suatu keniscahayaan. Hingga tercatat sejak tahun 1999, ekspor LNG Indonesia telah turun drastis hingga mencapai 40 persen. Padahal Indonesia memiliki komitmen ekspor dengan sejumlah negara-negara Asia, seperti Jepang, Korea Selatan dan Taiwan.
Meski demikian, sejak tahun 2000an Indonesia sudah mulai kewalahan  dalam memenuhi kontrak ekspor. Tak heran jika setiap tahun dalam diskusi mengenai program pengiriman tahunan (annual delivery program), Indonesia selalu meminta keringanan, baik penundaan (rescheduling) ataupun pengurangan volume (dropping) agar tidak mendapatkan sanksi atau penalty dari pihak pembeli.
Peningkatan pemanfaatan gas domestik, baik dalam bentuk gas alam (natural gas) meningkatkan seiring dengan tumbuhnya sentra-sentra industri di berbagai daerah yang lebih memilih mengkonsumsi gas yang notabene lebih murah ketimbang Bahan Bakar Minyak (BBM). Demikian pula dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang meningkatkan utilisasi gas untuk menggerakkan pembangkit listriknya daripada menggunakan BBM.
Sementara dari sisi LNG, peningkatan pemakaian dalam negeri meningkat tajam seiring dengan akan dibangunnya sejumlah proyek penerima LNG terapung (floating storage and regasification unit/FSRU) di sejumlah daerah, sepertinya misalnya Banten dengan kapasitas 3 juta ton per tahun yang dikelola anak perusahaan patungan antara Pertamina dan Perusahaan Gas Negara (PGN). Adapun gas hasil regasifikasi tersebut akan dimanfaatkan PLN yang mendapatkan komitmen pasokan LNG dari Blok Mahakam sebesar 11.75 juta ton/tahun selama 11 tahun mulai 2012-2022.
Pada tahun 2012, PLN telah mendapatkan pasokan 14 kargo LNG dari Bontang, 2013 sebanyak 24 kargo dari Bontang dan Tangguh dan 2014 diharapkan akan mendapatkan 28 kargo baik dari Bontang dan Tangguh.
Bontang sendiri merupakan LNG plant terbesar di Indonesia dengan kapasitas 22,5 juta ton per tahun. Total E&P Indonesia dan Inpex Corp saat ini menyuplai 80 persen kebutuhan gas kilang LNG Bontang dengan produksi pada 2013 sebesar 1.761 dan 67.600 barel per hari untuk minyak dan kondensat.
Dapat dibayangkan bagaimana signifikan dan vitalnya proyek Mahakam bagi perekonomian Indonesia. Tanpa pasokan gas mengalami penurunan maka produksi LNG Bontang juga akan turun.  Jika produksi mengalami penurunan, maka sudah pasti akibatnya subsidi listrik juga akan membengkak. Belum lagi resiko dibawa ke arbitrase internasional karena adanya kemungkinan tidak memenuhi komitmen ekspor LNG ke Jepang.

Meski demikian telah melihat fakta-fakta tersebut, pemerintah tak juga mengambil keputusan terkait perpanjangan Blok Mahakam ini meski sebenarnya Total dan Inpex telah mengajukan permohonan perpanjangan blok pasca 2017.
Kembali ke masalah FSRU. Selain di Banteng, Pertamina juga akan membangun dua FSRU di Jawa Tengah dengan kapasitas masing-masing 1,5 juta ton/per tahun. Tak hanya itu Pertamina juga melakukan modifikasi kilang Arun agar dapat menjadi penerima gas. Mengingat begitu terbatasnya pasokan LNG Indonesia, maka Pertamina segera melakukan kesepakatan dengan perusahaan Prancis Cheniere untuk memasok LNG sebesar 800,000 ton/tahun selama 20 tahun mulai 2018. Inilah impor LNG pertama yang akan dilakukan Indonesia.
Sementara PLN juga tengah menjajaki kemungkinan impor LNG dari sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, jika memang pasokan gas dalam negeri mengalami penurunan.

Jika saja pemerintah berani mengambil terobosan baru agar kegiatan produksi dan eksploitasi bisa ditingkatkan, maka tak perlu lagi Indonesia mengimpor LNG, minyak mentah dan BBM untuk memenuhi pasar dalam negeri. Mari kita tunggu gebrakan dari pemerintah baru.


No comments:

Post a Comment