![]() |
| kompas.com |
Sejumlah media massa di Singapura menyoroti jam
tangan yang dipakai Panglima TNI Jenderal Moeldoko ketika berbicara terkait
dengan penamaan KRI Usman Harun yang diprotes negara Kepala Singa itu. Jam
tangan yang dipakai Jenderal Moeldoko adalah tipe Richard Mille RM 011 Felipe
Massa Flyback Chronograph "Black Kite". Jam tangan tersebut adalah
model terbaru dengan harga di kisaran US$ 100.000 alias lebih dari Rp 1 miliar.
Wow, sangat fantastis!
Harganya yang sangat mahal memang dikarenakan
jumlahnya yang sangat terbatas. Alokasi untuk pasar Amerika Utara dan Amerika
Selatan saja hanya 30 unit. Varian lainnya untuk pasar Asia hanya diproduksi 45
unit. Namun tidak diketahui tipe dari mana yang dimiliki Moeldoko.
Moeldoko memang dikenal sebagai anak orang kaya. Ayah
dan kakek Moeldoko memiliki usaha yang kemudian diwariskan kepada Panglima TNI
itu. Jadi tak heran jika sang jenderal, menurut sebuah situs di Singapura
mothership.sg, memiliki banyak koleksi jam-jam mahal. Disebutkan bahwa Moeldoko
pernah mengenakan IWC Pilot’s Watch Chronograph Top Gun Miramar seharga US$
12.700. Moeldoko juga pernah terlihat menggunakan Audemars Piguet Royal Oak
Offshore Jarno Trulli Chronograph dengan harga sekitar US$38.300. Masih menurut
mothership.sg, Moeldoko juga pernah terlihat mengenakan entah Audemars Piguet
Millenary seharga US$ 43.000 ribu atau versi baru dari Chronograph Minute
Repeater seharga US$ 47.000.
![]() |
| speedcreed.net |
Tak pelak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
melalui juru bicaranya Johan Budi meminta Moeldoko untuk
melaporkan harta kekayaannya kepada KPK, termasuk soal kepemilikan jam tangan mewahnya
yang kini menjadi sorotan. Berdasarkan undang-undang, setiap pejabat atau
penyelenggara negara wajib melaporkan harta kekayaannya kepada KPK begitu dia
menjabat dan ketika dia melepas jabatan tersebut.
Menanggapi pemberitaan tersebut, Moeldoko langsung
membantah tegas, meski di satu sisi ia mengakui sebagai kolektor jam tangan
dari berbagai merk. Menurutnya jam tangan miliknya yang menjadi buah
bibir di Singapura dan Indonesia itu adalah barang tiruan alias palsu. Harganya
pun hanya mencapai Rp 5 juta. Untuk membuktikan tersebut, sang jenderal pun
membanting jam tangan yang konon seharga lebih dari Rp 1 M itu.
Selain Moeldoko, Kapuspen TNI Mayjen
M Fuad Basya juga turut memberikan klarifikasi mengenai jam mahal tersebut.
Senada dengan sang jenderal, Fual mengungkapkan jam tangan yang dipakai
Jenderal Moeldoko adalah produk China, dan harganya pun tak semahal yang
disebut media Singapura.
Meski demikian hal tersebut tidak dapat mengubah
pandangan orang mengenai sang jenderal. Pertama, jika memang benar koleksi
jamnya bejibun…..berapakah
kekayaan jenderal tersebut. Bayangkan jika untuk harga sebuah jam tangan saja
mencapai Rp 1 M, tentunya harta kekayaan sang jenderal sangat fantastis.
Sebenarnya tak masalah jika memang itu berasal dari uang halal. Meski tanpa
mengurangi hormat kepada Moeldoko, segelintir masyarakat tetap menilai bahwa sense of crisis sang jenderal tampaknya
kurang. Tentunya agak miris jika melihat masih banyak orang miskin di negara
ini, yang mengais rejeki hanya demi makan sesuap nasi, sementara sang jenderal
memiliki koleksi jam-jam mahal.
Kedua, jika memang benar Moeldoko menggunakan jam
tangan palsu, tentunya ia memberikan contoh yang tidak benar. Dan dapat
dijadikan preseden buruk. Bagaimana mungkin seorang pejabat negara yang konon
sebagai panutan malah menggunakan jam imitasi yang berarti melanggar hak cipta
suatu produk.
Menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), sebagai
public figure, seharusnya Moeldoko memberikan teladan kepada masyarakat,
bagaimana menjadi konsumen cerdas. Barang tiruan tidak hanya merugikan produsen
resmi, tetapi juga merugikan konsumen itu sendiri. Dan hal itu pada akhirnya
dapat melegalkan barang imitasi untuk digunakan publik secara bebas.
Nah, urusan jam tangan ini pada akhirnya hanya
menjadi buah simalakama bagi sang jenderal. Jika mengakui asli tentunya akan
semakin menjadi buah bibir di Indonesia dan Singapura, dan jika tidak tentunya
akan tetap menjadi sorotan masyarakat.


No comments:
Post a Comment