Dalam beberapa bulan mendatang, Indonesia akan
mengadakan penghelatan politik akbar lima tahun sekali, yaitu Pemilihan
Presiden (Pilpres) secara langsung. Meski masih dalam hitungan bulan, sejumlah
tokoh-tokoh masyarakat telah digadang-gadang untuk melangkah menjadi Presiden
Republik Indonesia, dikenal dengan sebutan RI-1.
Sejumlah partai pun telah mendeklarasikan tokoh
jagoannya, misalnya Joko Widodo dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDIP), Wiranto dari Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) dan juga Prabowo
Subiyanto dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Sedangkan Partai
Demokrat yang tengah berkuasa saat ini masih sibuk mempersiapkan konvensi
pemilihan calon presiden yang mewakili partainya. Terdapat sejumlah tokoh-tokoh
terkenal yang diajukan oleh partai berwarna biru itu, misalnya Menteri Negara
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan, mantan Menteri Perdagangan Gita
Wirjawan, mantan Duta Besar RI untuk Amerika Serikat Dino Patti Djalal dan juga
mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) Pramono Edhie Wibowo.
Dari sejumlah sibuknya para capres
mempersiapkan Pemilu pada Juli mendatang, perang urat antara Prabowo dan Jokowi
tampak mengemuka. Maklum saja, Prabowo merasa PDIP ingkar janji. Sebelumnya
Prabowo dan Ketua Umum PDIP Megawati pernah melakukan kesepakatan dan
menandatangani perjanjian yang terkenal dengan sebutan Perjanjian
Batu Tulis. Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa Megawati bakal mendukung
Prabowo sebagai calon presiden pada Pemilu 2014. Namun belakangan PDIP
menganggap bahwa perjanjian itu sudah tak berlaku dan malah menjagokan Jokowi
sebagai representasi partainya. Prabowo meradang.
Entah bagaimana pula jalan Jokowi sebagai RI-1
semakin terjal. Batu-baru ini tim advokasi Jakarta Baru—slogan
kampanye yang digunakan Jokowi-Basuki Tjahaja Purnama dalam pemilihan Gubernur
DKI—menyatakan akan menggugat Jokowi ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pencalonan
Jokowi dalam pemilu presiden dinilai melanggar hukum karena meninggalkan tanggung
jawabnya sebagai Gubernur DKI. Seharusnya Jokowi bertahan memimpin Jakarta
selama lima tahun. Jokowi dinilai tak memenuhi janji-janji yang diucapkannya
saat berkampanye.
Lepas dari kampanye hitam dari sejumlah calon
presiden ini, harus diakui nama Prabowo dan Jokowi sangat mendominasi bursa
capres periode ini. Jokowi dinilai berpeluang besar untuk menjadi RI-1 karena
masyarakat sudah bosan dengan tokoh birokrat. Sementara hobby Jokowi yang
sering kali blusukan menyebabkan dirinya dapat mengenal masyarakat secara
langsung. Banyak pihak yang mengatakan bahwa Jokowi adalah capres terbaik.
Meski demikian pencalonanannya melalui jalur PDIP dikhawatirkan akan membuat
Jokowi hanya sebagai presiden boneka. Dimana Megawati lah yang menjadi presiden
sebenarnya.
Sementara Prabowo, dengan isu nasionalisasi yang
dihembuskannya juga tak kalah menariknya bagi masyarakat Indonesia yang tengah
“demam” nasionalisasi. Apa-apa yang mengandung nasionalisasi ditelan
mentah-mentah dan dinilai bagus. Meski demikian, Prabowo memiliki sedikit
sandungan. Entah benar atau tidak, Prabowo sering kali disinyalir terlibat
dalam hiruk pikuk perpolitikan Indonesia pada tahun 1998.
Seorang pengamat bidang energi menilai, jika
Indonesia menginginkan adanya gebrakan dalam kebijakan energi, maka masyarakat
dapat berharap pada Prabowo. Meski dinilai nasionalis, namun Prabowo dinilai
memiliki intuisi bisnis sehingga segala kebijakan yang diambil tidak hanya
mempertimbangkan popularitas saja.
Sementara Jokowi yang dikhawatirkan dibayangi oleh
Megawati ini, ditakutkan tidak memiliki kebijakan yang signifikan. Padahal
Indonesia memiliki sejumlah pekerjaan rumah di bidang energi yang bersifat
emergency dan harus diputuskan segera. Misalnya saja perpanjangan blok-blok
migas, seperti Mahakam dan Masela, nasib pengelolaan Blok Natuna, pembangunan
kilang baru yang membutuhkan insentif, dan masih banyak daftar lainnya.
Meski demikian kekhawatiran akan Jokowi menjadi
presiden boneka sebenarnya bisa dibantah. Kita bisa melihat dari kasus
penyediaan 200 truk sampah yang ditolak DPRD DKI Jakarta pada awal tahun
ini. Melihat fenomena itupun, Jokowi menilai
bahwa penolakan pengadaan truk sampah tersebut tidak masuk akal. Tentunya, jika
Jokowi tidak independen maka ia tidak akan memberikan komentar apapun terkait
penolakan itu karena PDIP memiliki kursi yang lumayan di DPRD DKI Jakarta.
Bagaimanapun, siapapun presiden yang terpilih
pada periode 2014-2019, republik ini membutuhkan sosok pemberani. Sosok yang
berani mengambil keputusan secara cepat dan cermat dan tentu saja dapat diterima oleh pasar (market friendly).

No comments:
Post a Comment