Wednesday, 24 September 2014

SKK Migas Dibubarkan atau Dialihkan?

Usulan pembubaran Satuan Kerja Khusus Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) semakin santer. Pemerintahan Jokowi-JK diharapkan banyak memberikan warna perubahan pada industri migas, salah satunya dengan mereformasi lembaga-lembaga yang ada untuk memerangi keberadaan mafia minyak dan gas (migas).

Kasus korupsi dan praktik mafia migas yang merugikan negara membuat banyak pihak meyoroti kinerja SKK Migas. Keberadaan lembaga itu dinilai tidak efektif dan malah dianggap sebagai bentuk pemborosan anggaran negara. Pengamat energi Kurtubi misalnya menilai eksistensi SKK Migas sebagai lembaga pengatur sektor migas tidak terlalu krusial. Menurut dia, eksistensi SKK Migas tidak ada bedanya dengan Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas. Oleh karenanya, Kurtubi menilai pasangan presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla harus berani melakukan tindakan, yakni membubarkan SKK Migas.

Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDI-P Effendi Simbolon pun mengungkapkan soal rencana pemerintah baru untuk melebur SKK Migas. Bentuknya kemungkinan besar BUMN.  Jika sudah melebur menjadi BUMN hubungan SKK Migas versi baru akan menggunakan skema business to business (b to b) saat bekerjasama dengan Kontraktor Kerjasama (KKKS).
Memang harus diakui, SKK Migas yang ada saat ini, sama persis dengan Badan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMigas) yang dibubarkan Mahkamah Konstitusi pada tahun 2012. Jadi SKK Migas itu memang ibarat seperti 'BPMigas ganti baju'.

Bagaimana tidak, seluruh sistem dan sumber daya manusia yang ada tidak berubah. Kalaupun ada perubahan, itu adalah dengan berubahnya pucuk pimpinannya dari Raden Priyono ke Johannes Widjonarko. Lalu untuk apa MK capek-capek melakukan kajian dan membacakan puluhan lembar keputusan kalau ujung-ujungnya idem dito?

Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla menilai bagaimanapun fungsi lembaga SKK Migas tetap dibutuhkan untuk mengatur jalannya investasi migas di negara ini. Entah apa namanya dan bagaimana bentuk lembaganya, namun fungsi tersebut akan tetap dipertahankan.

Memang terdapat sejumlah usulan terkait dengan pembubaran SKK Migas itu. Misalnya saja mengembalikan fungsi SKK Migas ke Pertamina seperti pada masa sebelum Undang Undang Migas ditelurkan pada tahun 2001. Atau ada juga usulan untuk membentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) baru untuk mengakomodir tugas dan fungsi SKK Migas tersebut. Selain itu, BUMN tersebut diusulkan untuk melakukan ekspor impor yang tentunya bisa menjual minyak secara langsung, tanpa melalui pihak ketiga.

Lepas dari itu semua, SKK Migas saat ini memang mengalami obesitas yang cukup parah. Dengan tingkat produksi yang turun terus, lembaga itu malah memiliki sekitar 1.200 orang pekerja. Bandingkan ketika dulu masih di bawah Pertamina, urusan dengan KKKS hanya ditangani oleh satu direktorat bernama Managemen Production Sharing (MPS) dengan karyawan yang tentunya tak sebesar SKK Migas.

Artinya, lepas nanti bentuk SKK Migas itu BUMN atau dikembalikan ke Pertamina, pemerintahan Jokowi harus memastikan bahwa lembaga tersebut tidak melakukan pemborosan keuangan negara. Maklum saja, anggaran operasional SKK Migas berasal dari APBN. Dan anggaran untuk SKK Migas dalam RAPBN 2015 diusulkan sebesar Rp 1,9 triliun.


Pendeknya, selain memerangi mafia migas, pemerintahan Jokowi-JK diharapkan dapat melakukan efisiensi di seluruh bidang, termasuk migas. Ingatlah bahwa APBN itu asalnya dari peluh rakyat yang harus tetap membayar pajak.

No comments:

Post a Comment