Usulan
pembubaran Satuan Kerja Khusus Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas)
semakin santer. Pemerintahan Jokowi-JK diharapkan banyak memberikan warna
perubahan pada industri migas, salah satunya dengan mereformasi lembaga-lembaga
yang ada untuk memerangi keberadaan mafia minyak dan gas (migas).
Kasus korupsi dan praktik mafia migas yang
merugikan negara membuat banyak pihak meyoroti kinerja SKK Migas. Keberadaan
lembaga itu dinilai tidak efektif dan malah dianggap sebagai bentuk pemborosan
anggaran negara. Pengamat energi Kurtubi misalnya menilai eksistensi SKK Migas
sebagai lembaga pengatur sektor migas tidak terlalu krusial. Menurut dia,
eksistensi SKK Migas tidak ada bedanya dengan Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas.
Oleh karenanya, Kurtubi menilai pasangan presiden dan wakil presiden terpilih
Joko Widodo dan Jusuf Kalla harus berani melakukan tindakan, yakni membubarkan
SKK Migas.
Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDI-P Effendi
Simbolon pun mengungkapkan soal rencana pemerintah baru untuk melebur SKK
Migas. Bentuknya kemungkinan besar BUMN.
Jika sudah melebur menjadi BUMN hubungan SKK Migas versi baru akan
menggunakan skema business to business (b to b) saat bekerjasama dengan
Kontraktor Kerjasama (KKKS).
Memang harus diakui, SKK Migas yang ada saat ini,
sama persis dengan Badan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMigas) yang
dibubarkan Mahkamah Konstitusi pada tahun 2012. Jadi SKK Migas itu memang
ibarat seperti 'BPMigas ganti baju'.
Bagaimana tidak, seluruh sistem dan sumber daya
manusia yang ada tidak berubah. Kalaupun ada perubahan, itu adalah dengan
berubahnya pucuk pimpinannya dari Raden Priyono ke Johannes Widjonarko. Lalu
untuk apa MK capek-capek melakukan kajian dan membacakan puluhan lembar
keputusan kalau ujung-ujungnya idem dito?
Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla menilai
bagaimanapun fungsi lembaga SKK Migas tetap dibutuhkan untuk mengatur jalannya
investasi migas di negara ini. Entah apa namanya dan bagaimana bentuk
lembaganya, namun fungsi tersebut akan tetap dipertahankan.
Memang terdapat sejumlah usulan terkait dengan
pembubaran SKK Migas itu. Misalnya saja mengembalikan fungsi SKK Migas ke
Pertamina seperti pada masa sebelum Undang Undang Migas ditelurkan pada tahun
2001. Atau ada juga usulan untuk membentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) baru
untuk mengakomodir tugas dan fungsi SKK Migas tersebut. Selain itu, BUMN tersebut
diusulkan untuk melakukan ekspor impor yang tentunya bisa menjual minyak secara
langsung, tanpa melalui pihak ketiga.
Lepas
dari itu semua, SKK Migas saat ini memang mengalami obesitas yang cukup parah.
Dengan tingkat produksi yang turun terus, lembaga itu malah memiliki sekitar
1.200 orang pekerja. Bandingkan ketika dulu masih di bawah Pertamina, urusan
dengan KKKS hanya ditangani oleh satu direktorat bernama Managemen Production
Sharing (MPS) dengan karyawan yang tentunya tak sebesar SKK Migas.
Artinya,
lepas nanti bentuk SKK Migas itu BUMN atau dikembalikan ke Pertamina,
pemerintahan Jokowi harus memastikan bahwa lembaga tersebut tidak melakukan
pemborosan keuangan negara. Maklum saja, anggaran operasional SKK Migas berasal
dari APBN. Dan anggaran untuk SKK Migas dalam RAPBN 2015 diusulkan
sebesar Rp 1,9 triliun.
Pendeknya, selain memerangi mafia migas,
pemerintahan Jokowi-JK diharapkan dapat melakukan efisiensi di seluruh bidang,
termasuk migas. Ingatlah bahwa APBN itu asalnya dari peluh rakyat yang harus
tetap membayar pajak.

No comments:
Post a Comment