Selama
ini quick count atau hasil hitung
cepat yang dilakukan sejumlah lembaga survei usai diadakannya pemilihan kepala
daerah ataupun kepala negara di Indonesia tidak pernah meleset jauh dari hasil
akhir Komisi Pemilihan Umum (KPU). Jadi bisa dibilang, dengan beragam
metodologi yang mereka gunakan sekalipun, tetap saja perbedaan angkanya tidak
jauh berbeda. Baru kali ini hasil hitung cepat dipertanyakan karena adanya
perbedaan mencolok antara beberapa lembaga survei dalam penghelatan Pemilihan
Presiden 2014.
Dari
sejumlah lembaga survei, hampir seluruhnya memliki prosentase yang tidak jauh
beda yang menyatakan pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla adalah pemenang
Pilpres 2014, yakni Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Jokowi-JK
53,28 persen, Prabowo-Hatta 46,72 persen; CSIS-Cyrus Jokowi-JK 52 persen,
Prabowo-Hatta 48 persen; SMRC Jokowi-JK 52,79 persen, Prabowo-Hatta 47,21
persen; Indikator Politik Jokowi-JK 52,65 persen, Prabowo-Hatta 47,35 persen,
Litbang Kompas Jokowi-JK 52,4 persen, Prabowo-Hatta 47,6 persen; dan RRI
Jokowi-JK 52,5 persen, Prabowo-Hatta 47,5 persen.
Sementara empat lembaga lain yang melakukan hitung
cepat, yakni Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis),
Lembaga Survei Nasional (LSN), Indonesia Research Center (IRC) dan Jaringan
Suara Indonesia (JSI) menyatakan pasangan Prabowo-Hatta unggul dalam Pilpres.
Perbedaan
inilah yang menjadi sumber suasana panas akhir-akhir ini. Bagaimana tidak, berdasarkan hasil survey
itulah maka pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa juga mengklaim
kemenangannya. Bahkan Prabowo amat yakin bahwa rakyat Indonesia akan memberikan
mandat kepadanya. Padahal beberapa jam sebelumnya kubu Jokowi-Jusuf Kalla juga
memproklamirkan kemenangannya, bahkan juga disertai dengan isak tangis haru
Megawati dan putrinya Puan Maharani. Hal inilah yang menyebabkan Komisi
Penyiaran Indonesia meminta seluruh stasiun televisi untuk menyetop siaran
hasil hitung cepat demi menghindari suasana panas. Sementara KPU sendiri baru
akan melansir hasil akhir penghitungan suara pada 22 Juli 2014.
Yang
menjadi pertanyaan, setelah heboh-heboh penghitungan hasil cepat itu, Komisi I
DPR RI malah berniat untuk memanggil Direktur RRI untuk memberikan klarifikasi
terkait hasil hitung cepat itu. Inilah yang membuat semua pendukung Jokowi
langsung mengambil aksi dengan hash tag #saveRRI.
Tentunya
masih teringat jelas bahwa ketika seluruh rakyat Indonesia sibuk dengan Piala
Dunia dan Pilpres, DPR malah mevisi UU MD3 yang menetapkan pimpinan
DPR tak lagi otomatis menjadi hak partai pemenang Pileg 2014. Jelas ini
mengganjal PDIP untuk menjadi pimpinan DPR, karena bagaimanapun koalisi merah
putih di bawah pasangan Prahara adalah suara mayoritas.
Nah,
takut terjadinya penyelewangan surat suara, para relawan dari
masing-masing pihak sibuk bahu membahu mengawal surat suara. Bahkan sekelompok
orang sengaja membuat situs kawalpemilu.org yang membuat rekapitulasi secara real
count. Situs ini digawangi mantan juara Olimpiade Matematika, Ainun Najib,
seorang alumnus Nanyang Technological University. Ia tinggal di Singapura.
Bagaimana cara kerjanya? Tim Kawalpemilu.org
menggunakan scanner dalam bentuk software yang ditaruh tepat di
lembar scan KPU. Dengan cara ini, tiap kali KPU memasukkan data baru,
tabulasi hasil rekapitulasi milik Kawalpemilu.org juga ikut diperbarui. Namun
mereka tetap harus memasukkan data satu per satu sesuai perubahan yang ada dari
KPU. Dan dari data terakhir,
pasangan Jokowi-JK unggul dengan raihan 52,83
persen (60.916.278 suara), mengalahkan pasangan Prabowo-Hatta yang memperoleh
47.16 persen (54.375.528 suara).
Lepas dari itu semua, mari kita tunggu hasil akhir
KPU tanggal 22 Juli nanti. Siapapun yang kalah nanti, haruslah legowo dan
mendukung pasangan pemenang.

No comments:
Post a Comment