Tuesday, 29 July 2014

Indonesia, Freeport dan Newmont, Serupa Tapi Tak Sama....

Setelah malang melintang sekian lama dalam proses renegosiasi kontak, pemerintah Indonesia dan Freeport akhirnya mencapai nota kesepakatan. Memorandum of understanding itu diantaranya menyangkut point-point penting yang berpengaruh pada operasional perusahaan di masa kini dan mendatang. Meski memili masalah yang sama, namun nyatanya kesepakatan yang dicapai antara pemerintah Indonesia dan Freeport tidak bisa diterapkan dengan Newmont.
Terkait dengan kesepakatan dengan Freeport, Ada enam poin renegosiasi yang disepakati dan tercantum dalam MOU antara lain royalti emas naik dari satu persen menjadi 3,75 persen, perak naik dari satu menjadi tiga persen, dan tembaga dari tiga menjadi empat persen. Divestasi disepakati 30 persen dan luas lahan menjadi 10.000 Ha untuk eksploitasi dan 117.000 Ha sebagai penunjang.

Sementara untuk kelangsungan operasi, dalam MoU disebutkan kalau kontrak berakhir, maka dilanjutkan dengan rezim perijinan yakni Ijin Usaha Pertambangan Khusus. Poin lainnya adalah kewajiban penggunaan kandungan setempat, yang besaran pemanfaatan lokal konten ini akan ditentukan pemerintah kemudian.

Melalui perjanjian ini, pemerintah akan mendapatkan tambahan penghasilan dari bea keluar. Perusahaan-perusahaan tambang yang telah menandatangani MoU masih harus membayar bea keluar yang presentasenya ditetapkan oleh peraturan kementerian. Selain itu, Pemerintah juga mendapatkan devisa ekspor.

Renegosiasi pemerintah dan Freeport memang terkenal alot. Tarik ulur antara kedua belah pihak terus terjadi terkait dengan kebijakan pemerintah untuk mewajibkan seluruh perusahaan pemurnian untuk membangun smelter dalam negeri dan juga melarang barang mentah diekspor. Jika diekspor, maka harus memenuhi beberapa persyaratan teknis terkait kandungan dan juga besaran bea keluar sebesar 20-60% jika ingin diekspor. Kontan saja kebijakan ini menuai protes.
Freeport telah memperingatkan bahwa bila aturan larangan ekspor mineral diterapkan maka pendapatan perusahaan akan berkurang 65 persen. Akibatnya Indonesia akan kehilangan penghasilan US$1,6 miliar pada 2014 atau 0,6 persen dari pertumbuhan Pertumbuhan Domestic Bruto. Bank sentral memperkirakan pertumbuhan PDB akan mencapai sekitar 6 persen pada 2014, dibandingkan dengan 5,7 persen tahun lalu. Freeport sendiri telah menghentikan ekspor konsentrat sejak 12 Januari 2014 ketika aturan tersebut diberlakukan.
Berbeda dengan Freeport yang kali ini agak melunak, Newmont malah mengajukan kasus tersebut ke arbitrase internasional. Dalam gugatan arbitrase yang diajukan kepada the International Center for the Settlement of Investment Disputes, PTNNT dan NTPBV menyatakan maksudnya untuk memperoleh putusan sela yang mengizinkan PTNNT untuk dapat melakukan ekspor konsentrat tembaga agar kegiatan tambang Batu Hijau dapat dioperasikan kembali.
Langkah itu diambil karena kebijakan yang dibuat pemerintah Indonesia itu telah mengakibatkan dihentikannya kegiatan produksi di tambang Batu Hijau dan menimbulkan kesulitan dan kerugian ekonomi terhadap para karyawan PTNNT, kontraktor, dan para pemangku kepentingan lainnya.
Selain mengancam defaut, Indonesia juga siap melakukan gugatan balik Newmont Nusa Tenggara .Tak hanya itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akhirnya juga menandatangani surat Keputusan Presiden (Keppres) tentang penunjukkan penasihat hukum, untuk menghadapi gugatan Newmont Nusa Tenggara.
Presiden SBY juga meminta untuk memilih pengacara terbaik yang dapat memastikan Pemerintah Indonesia menang.

 Presiden menilai tindakan yang dilakukan badan usaha yang tercatat di Belanda itu, tidak menghargai bangsa Indonesia yang sudah mengizinkan bekerja di atas tanah airnya.


"Presiden SBY menyatakan kekecewaanya terhadap langkah PT Newmont. Kenapa? karena apa yang dilakukan PT Newmont itu merusak rasa keadilan bangsa Indonesia. Itu bahasa Presiden tadi. Dan mereka tidak menghargai karena mereka bekerja di atas tanah air Indonesia dan tempat kelahiran nenek moyang Indonesia," kata Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung.
Memang ada sejumlah kekhawatiran jika pemerintah kalah dalam forum tersebut. Pasalnya jika kalah, maka pemerintah harus membayar biaya arbitrase yang cukup mahal.

Meski demikian masih ada setitik harapan Newmont akan segera mencabut gugatannya agar masalah tersebut tidak sampai ke forum arbitrase. Jika dengan Freeport saja Indonesia bisa mencapai titik temu, setidaknya hal yang sama juga dapat dicapai dengan Newmont. Bagaimanapun, Indonesia dan Newmont adalah ibarat simbiosis mutulisme, dimana satu sama lainnya masih saling membutuhkan. Jika memang terdapat hal-hal yang tidak sesuai, tentunya semua bisa diselesaikan dengan negosiasi.

2 comments:

  1. banyak yg bilang mereka sama, pdahal mereka itu dibawah kekuasaan yg berbeda.
    mereka sama-sama asing, tapi tabiat berbeda.
    freeport yang selama ini selalu jelek di mata orang awam ternyata selalu menurut dengan seluruh peraturan pemerintah.
    dari baca blog ini, gw tambah yakin mereka TAK SAMA.
    makasih tulisannya. ^_^

    ReplyDelete
  2. Hm, kalau dilihat freeport ngikutin apa kata pemerintah. pemerintah mengajukan prasyarat a,b,c, negosiasi 6hal juga nurut dan kompromi. Menyayangkan sikap Newmont. Seharusnya menghormati wilayah tempat kerja nya

    ReplyDelete