Sunday, 6 July 2014

Jokowi-JK Janji Dorong Pertamina Jadi Perusahaan Energi Global

Pasangan calon presiden Indonesia dan wakilnya, yaitu Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla berjanji untuk membesarkan Pertamina untuk maju. Selain akan mendapatkan prioritas di tanah air sendiri, Pertamina juga akan didorong agar dapat bersaing secara global, setidaknya mengalahkan perusahaan plat merah asal Malaysia, Petronas. Hal-hal ini lah yang menjadi salah satu prioritas untuk dilakukan jika calon capres dan cawapres tersebut memenangkan pemilihan presiden tanggal 9 Juli nanti.

Saat ini posisi Pertamina memang sangat jauh dibandingkan oleh Petronas karena perusahaan asal Malaysia itu bisa maju seperti saat ini karena diberikan kepercayaan negaranya dalam mengelola energi. Saat ini produksi minyak Pertamina hanya 20 persen dari total produksi minyak nasional. Sedangkan Petronas lebih besar yaitu 60 persen dari total produksi minyak Malaysia. Hal ini yang membuat pendapatan Petronas besar.

Sebagai perbandingan, menurut salah satu tim sukses Jokowi-JK Darmawan Prasodjo jika pendapatan Pertamina hanya Rp 25 triliun, Petronas bisa mencapai Rp 200 triliun. Demikan pula jika dilihat dari sisi belanja modal (capital expenditure), Pertamina US$ 10 miliar, makan Petronas hampir 10 kali lipatnya, yaitu US$ 96 miliar.

Dalam bentuk apakah dukungan tersebut? Pemerintahan di bawah Jokowi-JK nanti akan memberikan dukungan berupa kebijakan yang mensupport Pertamina. Jokowi-JK juga akan berusaha memulangkan 400 orang Indonesia yang menjadi pegawai Petronas. Diharapkan keberadaan mereka di Pertamina nanti akan dapat membantu korporasi untuk berkembang menjadi perusahaan berskala global atau world class company.

Selain kebijakan-kebiajakan tersebut, Jokowi-JK juga dalam bentuk strategi bisnis, kemampuan teknis, dan budaya perusahaan. Pemerintah juga akan memberikan dana atau modal pengembangan usaha kepada Pertamina sehingga dapat menggenjot produksi minyak di dalam negeri bahkan kalau bisa berekspansi keluar negeri.

Selain itu, Jokowi-JK juga berkomitmen memprioritaskan perusahaan minyak nasional untuk menjadi operator blok-blok migas di Indonesia. Pertamina akan diberikan kesempatan untuk mengola blok migas yang baru atau yang kontraknya akan habis. Meski demikian, karena keterbatasan modal Pertamina, tim Jokowi-JK nantinya akan memilah-memilah blok-blok mana yang pantas dikelola oleh Pertamina dan mana yang perlu dikerjasamakan. Blok-blok yang dianggap tidak sulit dan tidak terlalu membutuhkan modal besar akan secara otomatis akan diberikan ke Pertamina. Sementara blok-blok yang sulit dan membutuhkan modal besar, seperti misalnya yang terletak di laut dalam akan didorong untuk dikerjakan Pertamina bekerjasama dengan pihak lain.

Memang tidak dapat dipungkiri, bahwa industri minyak dan gas tak lepas dari tiga hal, yakni teknologi, modal dan sumber daya manusia. Tanpa adanya tiga hal ini maka mustahil suatu perusahaan bisa maju. Dan untuk itu perlu keberpihakan pemerintah agar memberikan kesempatan bagi Pertamina untuk maju.

antaranews.com
Tapi bagaimanapun, untuk beberapa blok-blok yang sulit, Pertamina memang masih membutuhkan partner untuk berbagi resiko. Pasalnya jika Pertamina harus menanggung resiko sendiri, maka akan sangat berat dan dapat mengganggu program ekspansi Pertamina, baik di dalam maupun luar negeri. Sebagai bayangan saja, selama kurun 2009-2013, terdapat12 perusahaan asing yang merupakan kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) rugi hingga US$ 1,9 miliar atau sekitar Rp 19 triliun, karena gagal mendapatkan sumber minyak dan gas dari laut dalam di wilayah Indonesia. Investasi sebesar itu digunakan untuk melakukan kegiatan eksplorasi di wilayah laut dalam. Nah jika itu dilakukan Pertamina sendiri, bisa dibayangkan berapa kerugian yang akan dialami perusahaan ini.

Selain Pertamina perlu berkolaborasi dengan pihak lain dalam urusan laut dalam, BUMN ini juga perlu bekerjasama dengan investor-investor lain dalam pengelolaan blok-blok migas yang memiliki karakteristik yang sulit, misalnya Blok Mahakam.

Blok Mahakam adalah blok tua yang masih menjadi andalan dalam penerimaan pemerintah dalam sektor migas di APBN. Total sebagai operator blok tersebut, saat ini menyuplai 80% kebutuhan gas kilang LNG Bontang dengan produksi pada 2013 sebesar 1.761 dan 67.600 bod untuk minyak dan kondensat. Total juga aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan eksplorasi di Indonesia dengan mengambil saham-saham partisipasi di 14 blok eksplorasi di Indonesia pada akhir 2013 dengan menargetkan khususnya wilayah eksplorasi laut dalam dan wilayah-wilayah under-explored frontier.

Namun ternyata karakteristik blok yang sudah mature menyebabkan declining ratenya bisa mencapai 50 persen jika Total dan partnernya Inpex tidak melakukan tindakan nyata untuk menahan laju penurunan. Maka tidak heran jika investasi yang digelontorkan kontraktor mencapai $2,5 miliar per tahun, suatu angka yang fantastis.

Nah jika saja Pertamina mengelola blok ini sendiri, dikhawatirkan dapat menghambat gerak langkah korporasi dalam melakukan ekspansi usaha lainnya di luar negeri. Untuk itulah diperlukannya joint partnership, dimana Pertamina tetap dapat mengelola Blok Mahakam bersama dengan Total. Selain untuk menjaga rencana ekspansi perusahaan, langkah ini pun diyakini dapat memudahkan Pertamina untuk mentransfer teknologi dari Total. Dan....tentu saja langkah partnership ini akan dapat menjaga kontinuitas produksi Blok Mahakam.


Saat ini kita hanya bisa menanti pemerintah baru untuk memutuskan nasib Blok Mahakam ini. Seluruh pihak terkait sudah terlalu lama menanti keputusan tersebut. Semakin lama keputusan ini diambil, maka tentu saja dapat mengancam keberlangsungan rencana produksi jangka panjang blok tersebut.  

No comments:

Post a Comment