Pasangan calon presiden Indonesia dan wakilnya,
yaitu Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla berjanji untuk membesarkan Pertamina
untuk maju. Selain akan mendapatkan prioritas di tanah air sendiri, Pertamina
juga akan didorong agar dapat bersaing secara global, setidaknya mengalahkan
perusahaan plat merah asal Malaysia, Petronas. Hal-hal ini lah yang menjadi
salah satu prioritas untuk dilakukan jika calon capres dan cawapres tersebut
memenangkan pemilihan presiden tanggal 9 Juli nanti.
Saat ini posisi Pertamina memang sangat jauh
dibandingkan oleh Petronas karena perusahaan asal Malaysia itu bisa maju
seperti saat ini karena diberikan kepercayaan negaranya dalam mengelola energi.
Saat ini produksi minyak Pertamina hanya 20 persen dari total produksi minyak
nasional. Sedangkan Petronas lebih besar yaitu 60 persen dari total produksi
minyak Malaysia. Hal ini yang membuat pendapatan Petronas besar.
Sebagai perbandingan, menurut salah satu tim sukses
Jokowi-JK Darmawan Prasodjo jika pendapatan Pertamina hanya Rp 25 triliun,
Petronas bisa mencapai Rp 200 triliun. Demikan pula jika dilihat dari sisi
belanja modal (capital expenditure),
Pertamina US$ 10 miliar, makan Petronas hampir 10 kali lipatnya, yaitu US$ 96
miliar.
Dalam bentuk apakah dukungan tersebut? Pemerintahan
di bawah Jokowi-JK nanti akan memberikan dukungan berupa kebijakan yang
mensupport Pertamina. Jokowi-JK juga akan berusaha memulangkan 400 orang
Indonesia yang menjadi pegawai Petronas. Diharapkan keberadaan mereka di
Pertamina nanti akan dapat membantu korporasi untuk berkembang menjadi
perusahaan berskala global atau world
class company.
Selain kebijakan-kebiajakan tersebut, Jokowi-JK
juga dalam bentuk strategi bisnis, kemampuan teknis, dan budaya perusahaan.
Pemerintah juga akan memberikan dana atau modal pengembangan usaha kepada
Pertamina sehingga dapat menggenjot produksi minyak di dalam negeri bahkan
kalau bisa berekspansi keluar negeri.
Selain itu, Jokowi-JK juga berkomitmen
memprioritaskan perusahaan minyak nasional untuk menjadi operator blok-blok
migas di Indonesia. Pertamina akan diberikan kesempatan untuk mengola blok
migas yang baru atau yang kontraknya akan habis. Meski demikian, karena
keterbatasan modal Pertamina, tim Jokowi-JK nantinya akan memilah-memilah
blok-blok mana yang pantas dikelola oleh Pertamina dan mana yang perlu
dikerjasamakan. Blok-blok yang dianggap tidak sulit dan tidak terlalu
membutuhkan modal besar akan secara otomatis akan diberikan ke Pertamina.
Sementara blok-blok yang sulit dan membutuhkan modal besar, seperti misalnya
yang terletak di laut dalam akan didorong untuk dikerjakan Pertamina
bekerjasama dengan pihak lain.
Memang tidak dapat dipungkiri, bahwa industri
minyak dan gas tak lepas dari tiga hal, yakni teknologi, modal dan sumber daya
manusia. Tanpa adanya tiga hal ini maka mustahil suatu perusahaan bisa maju.
Dan untuk itu perlu keberpihakan pemerintah agar memberikan kesempatan bagi
Pertamina untuk maju.
![]() |
| antaranews.com |
Tapi bagaimanapun, untuk beberapa blok-blok yang
sulit, Pertamina memang masih membutuhkan partner untuk berbagi resiko.
Pasalnya jika Pertamina harus menanggung resiko sendiri, maka akan sangat berat
dan dapat mengganggu program ekspansi Pertamina, baik di dalam maupun luar
negeri. Sebagai bayangan saja, selama kurun 2009-2013, terdapat12 perusahaan
asing yang merupakan kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) rugi hingga US$ 1,9
miliar atau sekitar Rp 19 triliun, karena gagal mendapatkan sumber minyak dan
gas dari laut dalam di wilayah Indonesia. Investasi sebesar itu digunakan untuk
melakukan kegiatan eksplorasi di wilayah laut dalam. Nah jika itu dilakukan
Pertamina sendiri, bisa dibayangkan berapa kerugian yang akan dialami
perusahaan ini.
Selain Pertamina perlu berkolaborasi dengan pihak
lain dalam urusan laut dalam, BUMN ini juga perlu bekerjasama dengan
investor-investor lain dalam pengelolaan blok-blok migas yang memiliki
karakteristik yang sulit, misalnya Blok Mahakam.
Blok Mahakam adalah blok tua yang masih
menjadi andalan dalam penerimaan pemerintah dalam sektor migas di APBN. Total
sebagai operator blok tersebut, saat ini menyuplai 80% kebutuhan gas kilang LNG
Bontang dengan produksi pada 2013 sebesar 1.761 dan 67.600 bod untuk minyak dan
kondensat. Total juga aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan eksplorasi di
Indonesia dengan mengambil saham-saham partisipasi di 14 blok eksplorasi di
Indonesia pada akhir 2013 dengan menargetkan khususnya wilayah eksplorasi laut
dalam dan wilayah-wilayah under-explored frontier.
Namun ternyata karakteristik blok yang sudah mature menyebabkan declining ratenya
bisa mencapai 50 persen jika Total dan partnernya Inpex tidak melakukan
tindakan nyata untuk menahan laju penurunan. Maka tidak heran jika investasi
yang digelontorkan kontraktor mencapai $2,5 miliar per tahun, suatu angka yang
fantastis.
Nah jika saja Pertamina mengelola blok ini
sendiri, dikhawatirkan dapat menghambat gerak langkah korporasi dalam melakukan
ekspansi usaha lainnya di luar negeri. Untuk itulah diperlukannya joint
partnership, dimana Pertamina tetap dapat mengelola Blok Mahakam bersama dengan
Total. Selain untuk menjaga rencana ekspansi perusahaan, langkah ini pun
diyakini dapat memudahkan Pertamina untuk mentransfer teknologi dari Total.
Dan....tentu saja langkah partnership ini akan dapat menjaga kontinuitas
produksi Blok Mahakam.
Saat ini kita hanya bisa menanti pemerintah
baru untuk memutuskan nasib Blok Mahakam ini. Seluruh pihak terkait sudah
terlalu lama menanti keputusan tersebut. Semakin lama keputusan ini diambil,
maka tentu saja dapat mengancam keberlangsungan rencana produksi jangka panjang
blok tersebut.


No comments:
Post a Comment