Monday, 4 November 2013

Konsumerisme Atut Choisiyah Vs Kemiskinan di Banten

www.tempo.co.id
Gubernur Propinsi Banten Ratu Atut Choisiyah tengah menjadi hits akhir-akhir ini. Sosok Atut terkenal lantaran politik dinasti keluarga Atut di Banten yang telah menggurita. Tak habis disitu, baru-baru ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mencokok sang adik Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan atas dugaan suap sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Banten terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Tak cukup di situ, isu gaya hidup Atut  yang sangat konsumtif akhirnya menjadi perhatian publik.

Informasi yang diperoleh, Atut bepergian ke beberapa kota di luar negeri dan membeli barang mewah. Atut belanja mulai dari Tokyo, Jepang hingga Singapura. Semua dengan kartu kredit. Pembayaran kartu kredit itu, kabarnya juga tak lewat kantong Atut. Ada perusahaan-perusahaan yang membayar tagihan-tagihan itu (detikcom, 4 November 2013).

Bahkan terungkap pula bagaimana gandrungnya Atut terhadap barang-barang bermerk di toko-toko ternama di seantero dunia, seperti misalnya Hermes, Salvatore Ferragamo. Pada 6 Februari 2012, misalnya, Atut terbang ke Tokyo, Jepang. Empat hari di Tokyo, Atut memborong produk Hermes hingga Rp 430 juta dan belanja di Daikokuya hampir Rp 100 juta. Pada akhir Februari 2012, ia terbang ke Dubai, Uni Emirat Arab, via Singapura. Pada sekitar waktu itulah Atut membeli jam lantai seharga Rp 100 juta di Thinkers Novelty, Singapura. Dua hari di Tanah Air, ia berangkat lagi ke Singapura (www.tempo.com, 4 November 2013).

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menengarai bahwa gaji Ratu Atut Chosiyah sekitar Rp 261 juta per bulan. Sedangkan daftar kekayaan Atut yang tercatat di KPK sekitar Rp 42 miliar. Keluarga pun menanggapi gaya hidup Atut dengan, “Kami keluarga pengusaha. Jadi, kehidupan kami laiknya kehidupan pengusaha. Kami bukan gelandangan yang mendadak menikmati kekayaan ketika jadi pejabat.”

Atut tidak sendiri. Keluarganya sangat kaya raya dan memegang jabatan penting structural di pemerintah daerah. Tengok saja Wawan yang beristrikan Airin Rachmi Diany, Walikota Tangerang Selatan. Dengan kekayaannya yang mencapai lebih dari Rp 100 miliar, ia memiliki koleksi mobil-mobil mewah, seperti Range Rover Sport, Mercedez Benz, Mini Cooper, Lamborghini, Toyota Alphard, Ferrari, Porche Panamera, dan Toyota Fortuner.

Lepas dari adanya dugaan mirip tentang tindak pidana korupsi terhadap dinasti tersebut, mari kita gaya hidup Atut dari sudut pandang kemanusiaan. Mari kita tengok konsumerisme versi Atut dengan status kemiskinan propinsi yang dipimpinnya.

Meski menurut Bank Indonesia, Propinsi Banten mengalami pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,66 persen pada triwulan II-2013 dan tercatat punya nilai ekspor 9,48 miliar dollar AS tahun lalu, namun kenyataannya masih banyak rakyatnya yang hidup di bawah garis kemiskinan (Kompas, 4 November 2013).

Masih menurut FITRA, penyebab merebaknya kemiskinan di Banten ditengarai karena alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah yang tidak digunakan sebagaimana mestinya, misalnya saja, ada APBD Banten pada tahun 2013 banyak diberikan kepada lembaga-lembaga vertikal sebesar Rp 6,272 miliar.

FITRA menemukan, tahun ini dinas sumber daya air dan permukiman Provinsi Banten melakukan lelang "Penataan sarana dan prasarana Rumah Jabatan gubernur" dengan paket HPS (harga perkiraan sementara) sebesar Rp 2 miliar. Selanjutnya, pemenang lelang ini adalah GANS dengan nilai penawaran sebesar Rp 1,937 miliar. Dan, ternyata nilai pemenang lelang GANS ini terlalu tinggi dan mahal.

Kembali ke soal kemiskinan, berdasarkan data pusat statistik Provinsi Banten, jumlah warga miskin di Banten per Maret 2013 tercatat sebanyak 626.243 orang sementara jumlah pengangguran lebih dari 10 persen. Banyak infrastruktur yang belum tergarap. Misalnya saja jembatan penyebrangan di Desa Pasir Tanjung, Lebak, Banten yang menyebabkankan anak-anak harus bertaruh nyawa ketika berangkat sekolah (Pelita Online, 12 October 2013).
Tak hanya itu terdapat banyak anak yang termasuk dalam golongan gizi kurang karena rendahnya pendapatan orang tua. Sehingga mereka mengharapkan uluran tangan orang lain untuk dapat bertahan hidup, apalagi ketika mereka sakit. Dinas Kesehatan Banten menyebutkan pada 2012 sebanyak 60.893 balita mengalami gangguan gizi pada 2012. Selain itu juga terdapat 7.213 anak balita mengalami gizi buruk dan 53.680 anak kekurangan gizi.

Sebagai seorang pemimpin, sudah selayaknya Atut malu bahwa Banten yang dipimpinnya termasuk dalam kategori sebagai propinsi dengan jumlah gizi terburuk terbanyak di Indonesia. Yang dibutuhkan rakyat Banten bukannya gubernur bergaya socialite, melainkan gubernur yang peduli pada masyrakatnya.

No comments:

Post a Comment